Beranda | Artikel
Menunda-nunda Pernikahan adalah Kesalahan Besar - Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr #NasehatUlama
Jumat, 13 Agustus 2021


Menunda-nunda Pernikahan adalah Kesalahan Besar – Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr #NasehatUlama

Beliau -rahimahullah- menyebutkan hadits ini dalam kitab ash-Shahih bahwa Nabi ‘alaihis shalatu wassalam pernah melihat seorang wanita, maka beliau mendatangi istrinya, Zainab,lalu beliau menunaikan hajatnya pada istrinya tersebut, kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya wanita datang dalam bentuk setan dan pergi dalam bentuk setan…maka jika seseorang dari kalian melihat wanita yang membuatnya takjub, maka hendaklah ia mendatangi istrinya.”

Kecenderungan yang aku sebutkan ini, yakni kecenderungan lelaki terhadap wanita, dan kecenderungan wanita terhadap lelaki. Jika pandangan lelaki tertuju kepada seorang wanita sehingga membuatnya takjub meski pada asalnya adalah dengan menahan dan menundukkan pandangan, seperti dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Katakanlah kepada kaum lelaki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya,…” (QS. An-Nur: 30)

Maka jika pandangannya tertuju (pada wanita)-yakni pandangan pertama yang wajib segera ia palingkan setelah itu-lalu wanita itu membuatnya takjub, rasa takjub padanya masuk ke dalam dirinya. Dan hal ini perkara normal pada seorang lelaki, yang memiliki kecenderungan ini dan tertarik pada hal seperti ini. Ini perkara yang normal. Lalu di sini Nabi ‘alaihis shalatu wassalam memberi pengarahan jika seseorang masuk pada hal seperti ini. “Jika seseorang dari kalian melihat wanita dan membuatnya takjub, maka hendaklah ia mendatangi istrinya,…karena itu dapat menghilangkan apa yang ada di dalam dirinya itu.”

“Karena itu dapat menghilangkan apa yang ada di dalam dirinya itu.” Perhatikan kalimat, “Apa yang ada dalam dirinya”, karena diri seseorang…terkadang terkait dengan sesuatu.

Karena diri seseorang terkadang terkait dengan sesuatu maka hendaklah ia mendatangi istrinya. Hendaklah ia mendatangi istrinya, karena itu dapat menghilangkan apa yang ada dalam dirinya itu. Dan hadits ini mengandung motivasi untuk menikah dan menyegerakannya, mempercepat pernikahan, dan menjaga kehormatan dengannya, dan melindungi diri dengannya. Oleh sebab itu, orang yang sudah menikah disebut dengan “Muhshan” (terlindungi) karena ia telah melindungi dirinya dengan pernikahan itu.

Maka pernikahan harus disegerakan, terlebih lagi dengan banyaknya fitnah yang ada. Salah satu penanggulangan yang paling baik bagi pemuda terhadap banyaknya fitnah yang terjadi adalah dengan bersegera menikah dan tidak menunda-nunda pernikahan. Dan salah satu pemahaman yang salah saat ini adalah menunda pernikahan, bahkan sebagian mereka sudah sampai usia 25 tahun dan lebih dari itu, dan ketika ditanya tentang pernikahan, ia menjawab, “Masih kecil”. Jika ditanya tentang pernikahan, ia menjawab, “Aku masih kecil”. Kenyataan ini adalah salah satu bentuk kelemahan. Perhatikanlah perkataan penting ini!

Ibnu al-Qayyim berkata tentang pembahasan tadi, “Adapun mencintai istri-istri tidaklah sesuatu yang tercela pelakunya, bahkan itu bagian dari tanda kesempurnaannya.” Itu bagian dari tanda kesempurnaan lelaki. Salah satu tanda kesempurnaan lelaki adalah dengan mempercepat dan menyegerakan nikah, dan menjaga kehormatan dirinya. Ini adalah salah satu tanda kesempurnaannya.

Dan jika seseorang tidak lagi peduli terhadap hal ini dan tidak terpaut padanya, tidak pula memiliki semangat dalam hal ini. Maka ini bentuk kekurangan dirinya. Ini bentuk kekurangan dirinya. Salah satu bentuk kesempurnaan lelaki adalah dengan menyegerakan hal ini, menyukai hal ini, dan menjaga kehormatannya, serta berusaha melaksanakannya.

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian dan yang layak menikah dari para budak kalian yang lelaki dan yang perempuan…Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An-Nur: 32)

Menikah adalah salah satu pintu-pintu rezeki, dan salah satu pintu-pintu kekayaan, dan salah satu pintu-pintu untuk meraih keutamaan. Ia mengandung kebaikan yang agung.

Dan kesimpulannya, Nabi ‘alaihis shalatu wassalam memberi tuntunan bahwa barangsiapa yang melihat wanita lalu ada ketertarikan dalam dirinya dan membuatnya takjub serta dirinya condong padanya dan seterusnya; maka hendaklah ia mendatangi istrinya, hendaklah ia mendatangi istrinya, karena itu dapat menghilangkan apa yang ada dalam dirinya itu. Karena itu dapat menghilangkan apa yang ada dalam dirinya itu.

Ibnu al-Qayyim berkata, “Hadits ini mengandung banyak faedah, di antaranya adalah mengandung tuntunan untuk menunaikan keinginan (yang haram) dengan hal (halal) yang sejenis.

Ini adalah kaidah dalam segala perkara;sebagaimana makanan dapat menggantikan makanan lain, dan pakaian mengganti pakaian lain. Juga mengandung perintah untuk mengobati ketakjuban terhadap wanita yang menggugah syahwatnya, dengan obat yang paling manjur. Pertama-tama hanya berupa ketakjuban, lalu setelah itu syahwatnya tergugah, maka hendaklah ia berusaha memadamkan syahwat itu dengan mendatangi istrinya.

Dan ini adalah pengobatan hal tersebut dengan obat yang paling manjur yakni dengan menunaikan syahwatnya kepada istrinya, dan itu dapat memadamkan syahwatnya terhadap wanita yang membuatnya takjub itu. Dan ini juga mengandung tuntunan agar dua orang yang saling mencintai untuk menikah.

Ini juga mengandung bab lain. Jika seseorang jatuh cinta kepada wanita maka hendaklah ia berusaha menikahinya, jika rasa cintanya itu telah menguasai dirinya, dan rasa kasih sayangnya telah menguasai dirinya, maka hendaklah ia segera menikahinya. Jika ia melakukan itu dan diterima untuk menikahinya, maka itulah yang diharapkan.

Namun jika tidak diterima, maka hendaklah ia menjauhkan diri darinya. Dan Ibnu al-Qayyim -rahimahullah- telah menyebutkan sebelumnya tentang cara-cara yang sangat bermanfaat dalam perkara ini. Demikian.

———————-

أَوْرَدَ رَحِمَهُ اللهُ هَذَا الْحَدِيثَ

فِي الصَّحِيحِ عَنْ نَبِيِّنَا عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَنَّهُ رَأَى امْرَأَةً فَأَتَى زَيْنَبَ

فَقَضَى حَاجَتَهُ مِنْهَا

وَقَالَ إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ

فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ امْرَأَةً فَأَعْجَبَتْهُ فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ

هَذَا الْمَيْلُ الَّذِي أَشَرْتُ إِلَيْهِ

فِي الرَّجُلِ تِجَاهَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةِ تِجَاهَ الرَّجُلِ

إِذَا وَقَعَ نَظَرُ الرَّجُلِ

عَلَى امْرَأَةٍ

فَأَعْجَبَتْهُ

الْأَصْلَ

هُوَ كَفُّ هُوَ غَضُّ الْبَصَرِ

كَمَا قَالَ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ

فَإِنْ وَقَعَ نَظَرُهُ

وَهِيَ النَّظْرَةُ الْأُولَى الَّتِي عَلَى إِثْرِهَا يُطْلَبُ مِنْهُ أَنْ يَغُضَّ بَصَرَهُ

فَأَعْجَبَتْهُ دَخَلَ إِعْجَابٌ بِهَا فِي نَفْسِهِ

وَهَذَا طَبِيعِيٌّ فِي الرَّجُلِ أَنْ يُوجَدَ فِيهِ هَذَا الْمَيْلُ وَأَنْ يَجْذِبَهُ هَذَا الْأَمْرُ

هَذَا طَبِيعِيٌّ فِي الرَّجُلِ

فَأَرْشَدَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ فِي هَذَا الْمَقَامِ إِذَا وَقَعَ مِثْلُ هَذَا

إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ امْرَأَةً فَأَعْجَبَتْهُ فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ

فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ

فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ

انْتَبِهْ إِلَى كَلِمَةِ مَا فِي نَفْسِهِ لِأَنَّ النَّفْسَ

قَدْ يَعْلَقُ بِهَا شَيْءٌ

النَّفْسُ قَدْ يَعْلَقُ بِهَا شَيْءٌ

فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ

فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ

وَهَذَا الْحَدِيثُ يَتَضَمَّنُ

إِلَى حَثٍّ

عَلَى الزَّوَاجِ وَالْمُبَادَرَةِ إِلَيْهِ

وَالْمُسَارَعَةِ عَلَيْهِ وَإِعْفَافِ النَّفْسِ بِهِ

وَتَحْصِيْنِ النَّفْسِ وَلِهَذَا يُسَمَّى الْمُتَزَوِّجُ مُحْصَنًا

لِأَنَّهُ حَصَّنَ نَفْسَهُ بِهَذَا النِّكَاحِ

فَيَحْتَاجُ إِلَى الْمُبَادَرَةِ إِلَيْهِ وَخَاصَّةً مَعَ كَثْرَةِ الْفِتَنِ

الْفِتَنُ كَثْرَتُهَا مِنْ أَنْفَعِ مَا يَكُونُ عِلَاجًا فِي هَذَا الْبَابِ أَنْ يُبَادِرَ الشَّابُّ إِلَى الزَّوَاجِ

وَأَنْ لَا يُؤَخِّرَ الزَّوَاجَ

وَمِنَ النَّظَرَاتِ الْخَاطِئَةِ الْآنَ تَأْخِيْرُ الزَّوَاجِ

حَتَّى إِنَّ بَعْضَهُمْ

يَبْلُغُ مِنَ الْعُمْرِ الْخَمْسَةَ وَعِشْرِيْنَ وَأَزْيَدَ مِنْ ذَلِكَ

وَإِذَا حُدِّثَ فِي الزَّوَاجِ يَقُولُ صَغِيرٌ

إِذَا حُدِّثَ فِي الزَّوَاجِ يَقُولُ مَا زِلْتُ صَغِيرًا

فَهَذَا حَقِيقَةً مِنْ الضَعْفِ

انْتَبِهْ إِلَى كَلَامٍ مُهِمٍّ

قَالَهُ ابْنُ الْقَيِّمِ فِيمَا سَبَقَ أَمَّا مَحَبَّةُ الزَّوْجَاتِ فَلَا لَوْمَ عَلَى الْمُحِبِّ فِيهِ

بَلْ هُوَ مِنْ كَمَالِهِ

هَذَا مِنْ كَمَالِ الرَّجُلِ

هَذَا مِنْ كَمَالِ الرَّجُلِ أَنْ يُبَادِرَ وَأَنْ يُسَارِعَ وَأَنْ يُعِفَّ نَفْسَهُ

هَذَا مِنْ كَمَالِهِ

وَإِذَا أَصْبَحَ غَيْرَ مُبَالٍ بِهَذَا الْأَمْر

وَلَيْسَتْ عِنْدَهُ هِمَّةٌ فِي هَذَا الْأَمْرِ هَذَا مِنْ نَقْصِهِ

هَذَا مِنْ نَقْصِهِ

مِنْ كَمَالِ الرَّجُلِ أَنْ يُبَادِرَ إِلَى هَذَا الْأَمْرِ

وَأَنْ يَكُونَ مُحِبًّا لِهَذَا الْأَمْرِ وَأَنْ يُعِفَّ نَفْسَهُ

وَأَنْ يَسْعَى فِي ذَلِكَ

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ

إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ

الزَّوَاجُ مِنْ أَبْوَابِ الرِّزْقِ

وَمِنْ أَبْوَابِ الْغِنَى

وَمِنْ أَبْوَابِ تَحْصِيلِ الْفَضْلِ

وَفِيهِ خَيْرٌ عَظِيمٌ

فَالْحَاصِلُ أَرْشَدَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

مَنْ رَأَى امْرَأَةً فَوَقَعَتْ فِي نَفْسِهِ أَعْجَبَتْهُ

مَالَتْ نَفْسُهُ إِلَى آخِرِهِ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ

أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ

فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ

يَقُولُ ابْنُ الْقَيِّمِ هَذَا الْحَدِيثُ فِيهِ فَوَائِدُ

مِنْهَا الْإِرْشَادُ إِلَى التَّسَلِّي عَنِ الْمَطْلُوبِ بِجِنْسِهِ

هَذِهِ قَاعِدَةٌ فِي كُلِّ بَابٍ

كَمَا يَقُومُ الطَّعَامُ مَقَامَ الطَّعَامِ وَالثَّوْبُ مَقَامَ الثَّوْبِ

وَمِنْهَا الْأَمْرُ بِمُدَاوَاةِ الْإِعْجَابِ بِالْمَرْأَةِ

الْمُوْرِثِ لِشَهْوَتِهِ بِأَنْفَعِ الْأَدْوِيَةِ

أَوَّلُ مَا يَكُونُ إِعْجَابٌ ثُمَّ تَثُوْرُ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ شَهْوَةٌ

فَيَحْرِصُ عَلَى إِطْفَاءِ ذَلِكَ بِأَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ

وَهَذَا مُدَاوَاةٌ لِهَذَا الْأَمْرِ بِأَنْفَعِ الْأَدْوِيَةِ

وَهُوَ قَضَاءُ وَطَرِهِ مِنْ أَهْلِهِ

وَذَلِكَ يَنْقُضُ شَهْوَتَهُ لَهَا أَيْ لِتِلْكَ الْمَرْأَةِ

وَهَذَا كَمَا أَرْشَدَ الْمُتَحَابَّيْنِ إِلَى النِّكَاحِ

وَهَذَا أَيْضًا بَابٌ آخَرُ

إِذَا وَقَعَ فِي قَلْبِ الْإِنْسَانِ عِشْقٌ أَوْ مَحَبَّةٌ لِامْرَأَةٍ

فَلْيَسْعَ فِي زَوَاجِهَا إِنْ كَانَ عِشْقًا

تَمَكَّنَ مِنْ نَفْسِهِ

وَحُبًّا تَمَكَّنَ مِنْ نَفْسِهِ فَلْيُبَادِرْ إِلَى زَوَاجِهَا

فَإِنْ حَصَلَ ذَلِكَ وَقُبِلَ فَبِهَا

وَإِنْ لَمْ يُقْبَلْ فَلْيَصْرِفْهَا عَنْ نَفْسِهِ

وَابْنُ الْقَيِّمِ ذَكَرَ رَحِمَهُ اللهُ فِيْمَا تَقَدَّمَ وَسَائِلَ نَافِعَةً جِدًّا

فِي هَذَا الْبَابِ نَعَمْ


Artikel asli: https://nasehat.net/menunda-nunda-pernikahan-adalah-kesalahan-besar-syaikh-abdurrazzaq-al-badr-nasehatulama/